Sidang Korupsi RTH Kota Bandung Masuk Babak Baru

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengkonfrontir pernyataan saksi satu dengan saksi lainnya.

jabarnetwork.com, Sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung memasuki babak baru. Setelah dalam sidang sebelumnya berturut-turut menghadirkan para saksi mulai dari pemilik tanah, makelar tanah, notaris dan saksi-saksi lainnya terkait aliran dana korupsi.

Pada persidangan Rabu 23 September 2020 direncanakan akan menghadirkan saksi ahli yang akan memberikan penjelasan mulai dari aturan jual beli tanah, penguasaan hingga mekanisme pengadaan tanah dan penganggaran program.

“Untuk sidang berikutnya Senin atau Rabu nanti akan menghadirkan para saksi ahli. Sampai saat ini belum ada calon tersangka baru. Kita lihat saja nanti di persidangan berikutnya,” tutur Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Budi Nugraha, Bandung, Selasa 22 September 2020.

Adapun kesimpulan sementara dari persidangan beberapa waktu lalu diantaranya;

1. Tomtom Dabbul Qomar Sengaja Merekayasa Kesaksian Para Saksi

Dalam sidang sebelumnya, JPU KPK memeriksa 4 saksi terkait aliran uang dan dugaan terdakwa Tomtom Dabbul Qomar sengaja mengatur para saksi untuk merekayasa keterangan para saksi saat dimintai keterangan atau kesaksiannya oleh KPK.

Saat kasus korupsi RTH Kota Bandung mulai tahap penyelidikan KPK, Tomtom Dabbul Qomar sengaja melakukan pertemuan untuk merekaya para saksi. Tomtom meminta para saksi mengatakan kepada penyidik KPK bahwa pemodal dalam kasus korupsi RTH Kota Bandung ini adalah saksi atas nama Mariana Siti Sundari, yang tak lain kader aktif Partai Demokrat Kota Bandung.

Namun demikian, saksi atas nama Mariana Siti Sundari awalnya membantah hal tersebut. Tetapi saat dicecar pertanyaan dan dikonfrontir 3 saksi lainnya. Akhirnya saksi Mariana Siti Sundari mengaku ada pertemuan yang intinya Tomtom meminta saksi memberikan kesaksian atau keterangan palsu kepada KPK, dengan tujuan agar tidak memberatkan Tomtom Dabbul Qomar.

“Ada pertemuan yang sudah diatur Tomtom Dabbul Qomar, Tomtom di duga merekayasa kesaksian atau keterangan para saksi yang seolah-olah pemodal jual beli tanah untuk RTH Kota Bandung dengan nilai Rp3,7 miliar ini dari Mariana Siti Sundari. Saksi Mariana justru membantah, tetapi saksi lainnya justru membenarkan,” tutur dia.

2. Kuasa Pemilik Tanah Banyak Dipalsukan dalam Kasus RTH Kota Bandung

Selain itu, dalam persidangan sebelumnya ternyata pemilik tanah pertama telah ditipu oleh makelar tanah. Makelar tanah membeli tanah dari pemilik tanah pertama dibawah harga NJOP.

Padahal makelar tanah menjual tanah kepada Pemerintah Kota diatas harga NJOP. Sehingga ada selisih harga tanah antara yang diberikan kepada pemilik tanah pertama dan uang yang dibayarkan kepada Pemerintah Kota atas pembelian lahan untuk RTH Kota Bandung.

Seperti tiga saksi (yang merupakan pemilik tanah pertama) atas nama Sri Mulyani, Sri Mulyati dan Parmot dalam kasus korupsi pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung mengaku tak pernah memberikan kuasa kepada pihak manapun saat menjual tanah, terutama kepada pihak pembeli tanah mereka yang ternyata sindikat makelar tanah.

Salah satu saksi atas nama Sri Mulyani mengungkapkan, dirinya tak pernah memberikan kuasa dalam jual beli tanah yang pernah dilakukannya (tanah pengadaan untuk RTH Kota Bandung). Ia hanya melakukan jual beli tanah kepada Tatang Sumpena yang sebelumnya tidak pernah dikenalnya, dengan nilai keseluruhan Rp1,3 miliar untuk empat bidang tanah dengan luas kurang lebih 4.000 meter.

“Saya tak kenal dengan para terdakwa (Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet), saya pun awalnya tak kenal dengan Tatang Sumpena. Tatang Sumpena lah yang datang ke saya menanyakan soal lahan di Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung,” tutur Sri Mulyani saat dimintai keterangan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam persidangan kasus korupsi RTH Kota Bandung di Pengadilan Tipikor PN Kota Bandung, belum lama ini.

Tatang Sumpena bersama Cuculah lanjut Sri menjelaskan, datang dan menawarkan pembelian lahan kepada dirinya sekitar tahun 2011. Tatang Sumpena sejak awal mengaku sebagai mediator pihak Pemerintah Kota Bandung yang akan membeli lahan diperuntukkan RTH Kota Bandung. Tatang menawarkan harga jual beli tanah sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Tanpa berpikir dua kali ia pun menyetujui karena sudah lama berniat untuk menjual lahan tersebut.

“Tatang Sumpena bilang ke saya harga jual sesuai NJOP tak akan dibedakan. Waktu itu tanah saya nilai NJOP-nya Rp160.000 permeter persegi. Tatang Sumpena pun meminta fotocopy setifikat tanah, KTP dan dokumen lainnya. Tapi saya tak menyerahkannya karena takut (ditipu). Dokumen tersebut saya serahkan saat terjadi kesepakatan dan penyerahan uang pembelian tanah,” jelas Sri.

Setelah dua hari kesepakatan jual beli tanah terang Sri, Tatang Sumpena pun meminta dirinya datang ke BJB untuk penyerahan uang atas jual beli tanah tersebut.  Penyerahan uang dilakukan transfer karena didasari ketakutan dirinya dibayar dengan uang palsu oleh Tatang Sumpena, hingga kekhawatiran dirampok. Mengingat uang yang diterima Rp1,3 miliar. Setelah proses pembayaran, Sri mengaku tak pernah dimintai komisi oleh Tatang Sumpena. Selain itu, Sri pun mengaku selama proses penawaran, peninjauan lahan hingga pembayaran  tak pernah bertemu pihak Pemerintah Kota Bandung.

“Dari awal hingga akhir (pencairan uang) saya hanya bertemu dengan Tatang Sumpena saja. Saya pun tak pernah menunjuk kuasa jual, tak pernah menunjuk Tatang Sumpena sebagai kuasa, dan tak pernah datang ke notaris mana pun, dan tak pernah bernegosiasi dengan pihak Pemerintah Kota Bandung,” terang Sri.

Disamping itu, Sri pun mengaku tak mengetahui nilai jual yang sebenarnya dijual kembali oleh Tatang Sumpena kepada pihak Pemerintah Kota Bandung. Hingga dirinya mengetahui dipersidangan. Ternyata Tatang Sumpena menjual tanah kepada Pemerintah Kota Bandung dengan nilai Rp350.000 permeter persegi, dengan nilai NJOP-nya Rp200.000.

Tak hanya Sri Mulyani, ternyata Sri Mulyati yang masih kakak beradik dengan Sri Mulyani pun mengaku tak mengetahui soal harga asli tanah yang dibayar oleh Pemerintah Kota Bandung.

Ia hanya menerima Rp252 juta dari tanah yang dijualnya dengan harga NJOP Rp160.000. Tetapi ternyata dalam persidangan Tatang Sumpena menjual kepada Pemerintah Kota Bandung untuk tanah atas nama Siti Mulyati seharga Rp522 juta atau dua kali lipat dari harga sebelumnya.

“Awalnya saya tak akan jual, tapi melihat adik saya (Siti Mulyani) menjual tanah. Saya pun iku jual tanah. Saya tak pernah menyerahkan sertifikat dan dokumen lainnya sebelum uang hasil penjualan tanah saya terima,” kata Siti Mulyati.

Dari proses penjualan tanah yang pernah dilakukan jelas Siti Mulyati, ia mengaku penjualan tanah kali ini sedikit berbeda dan ia merasa ada yang janggal. Pertama, tidak ada proses mengukur tanah, pengecekan dan sebagainya, termasuk penandatangan surat jual beli tanah yang biasa ada saat proses jual beli tanah.

“Iya, saya merasa ada yang aneh. Tetapi saya tak ambil pusing karena setelah beberapa hari uang untuk membeli tanah diserahkan Tatang Sumpena kepada saya,” jelas dia.

Hal serupa pan dialami oleh saksi atas nama Parmot, ia tak pernah mengetahui soal korupsi pengadaan lahan untuk RTH. Tetapi setelah ada pemanggilan dari KPK barulah ia mengetahui bahwa tanah yang dijual kepada Tatang Sumpena adalah untuk RTH Kota Bandung, dan ternyata ada selisih pembayaran yang akhirnya muncullah kasus RTH.

“Karena tanah yang dijual bukan tanah milik saya tetapi tanah milik paman saya. Saya hanya menandatangani surat untuk jual beli tanah, tetapi tidak untuk kuasa beli dan jual,” kata dia.

3. Dipalsukan Kuasanya oleh Makelar Tanah

Dalam persidangan sebelumya, terungkap para makelar tanah ternyata memalsukan kuasa para pemilik tanah (pemilik tanah pertama). Banyak tanda tangan yang dipalsukan seolah-olah proses jual beli tanah sesuai aturan dan harga yang dijual sesuai NJOP atau sesuai nilai yang ditagihkan kepada Pemerintah Daerah Kota Bandung.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Khaerudin mengatakan dalam kesaksian para saksi terutama saksi pemilik tanah pertama mengaku tak pernah memberikan kuasa apapun kepada notaris atau pihak mana pun.

Salah satu saksi atas nama Tatang Sumpena ini diketahui ia adalah makelar tanah yang telah memalsukan tanda tangan para pemilik tanah (pemilik tanah pertama). Pemalsuan tanda tangan tersebut untuk pemalsuan kuasa proses jual beli yang direkayasa oleh Tatang Sumpena dengan tujuan mengambil untung dari proses jual beli tanah.

“Selain Tatang Sumpena (makelar tanah) ada juga notaris yang dilibatkan dalam membuat akta surat kuasa yang direkayasa. Intinya notaris ini mengabaikan kehadiran pemberi kuasa sebagaimana aturannya. Bahkan notaris ini membiarkan satu orang menjadi beberapa kuasa dalam proses jual beli tanah,” kata dia.

Intinya banyak tanda tangan, penunjukkan kuasa (penguasaan) yang dipalsukan. Saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan sebelum-sebelumnya tersebut saling mengaitkan satu sama lain dan memperkuat saksi lainnya[]

Leave a Reply