Data Penerima Bansos Tak Dibuka Picu Distrust Publik kepada Pemprov Jabar

Ketua DPW PSI Jawa Barat sekaligus Aktivis 98, Furqan AMC saat memberikan bantuan kepada masyarakat Kota Bandung.

jabarnetwork.com, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jawa Barat menilai tidak membuka data penerima bantuan sosial sebagai bentuk transparansi kepada publik bisa memicu ketidakpercayaan atau distrust masyarakat terhadap pemerintah. Apalagi dalam suasana krisis pandemi Covid-19 saat ini.

“Dalam suasana krisis saat ini, di mana rakyat yang terdampak covid-19 sangat masif. Maka keterbukaan menjadi sangat dibutuhkan untuk menjaga trust satu sama lain, baik antar instansi pemerintahan maupun trust dari rakyat terhadap pemerintah, maupun antar rakyat sendiri,” tutur Ketua DPW PSI Jawa Barat sekaligus Aktivis 98, Furqan AMC, Bandung, Kamis 30 April 2020.

Apalagi terang Furqan, bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid-19 tersebut beragam jenis atau pintunya, besarannya dan waktu distribusinya pun tidak sama (antara bantuan sosial dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah). Akhirnya, akan semakin menimbulkan banyak pertanyaan di tengah masyarakat

“Kenapa yang satu sudah menerima sementara yang lain belum. Karena itu tidak anaeh, bahkan ada bantuan yang ditolak warga karena khawatir terjadi kecemburuan,” terang Aktivis 98 ini.

Apabila pemerintah daerah tetap tidak membuka data penerima bansos kepada publik tegas Furqan,  situasi distrust atau ketidakpercayaan masyarakat ini akan terus berkembang dalam suasana krisis saat ini dan akan sangat membahayakan kohesivitas (kekompakan atau kebersamaan) sosial.

“Karena krisis ini sifatnya ekstrim dan mendesak untuk direspon (pemerintah). Maka, transparansi itu menjadi semakin penting untuk meredam kegalauan masyarakat,” tegas dia.

Lagi pula keterbukaan atau transparansi adalah bagian dari hak publik terhadap informasi yang diatur undang-undang (Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik), dan untuk membangun pemerintahan yang baik (good governance) tak bisa lepas dari prinsip keterbukaan (transparansi).

“Sehingga semua stakeholder bisa ikut mengawasi dan mengawal kebijakan pemerintah termasuk rakyat,” pinta dia.

Ditambah denga KPK pun sudah menekankan kepada lembaga, kementerian, pemerintah pusat atau daerah untuk memberikan akses informasi data penerima bantuan sosial kepada publik sebagai bentuk transparansi.

Bantuan harus tepat guna, tepat jumlah dan tepat sasaran. Karena itu aspek penganggaran, distribusi maupun kuantitas dan kualitas bantuan yang diterima masyarakat harus diawasi. Jangan sampai terjadi penyimpangan, baik sengaja maupun tidak.

“Dalam suasana krisis ekstrim saat ini, penyimpangan dalam bentuk apapun akan bisa memicu konstraksi sosial yang bersifat disosiatif,” ujar dia.

Sebelumnya, Pemerintah Daerah Provinsi   Jawa Barat mengaku tidak bisa memublikasikan data penerima bantuan sosial kepada masyarakat karena ada aturan di Kementerian Sosial yang melarang hal tersebut[]

Leave a Reply