189 Warga di Bandung yang Tanahnya Bersengketa Diintimidasi

Lima puluh warga Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir Kota Bandung

jabarnetwork.com, Kurang lebih 50 warga Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir Kota Bandung berunjuk rasa di depan kantor pusat PT Kereta Api Indonesia (KAI), Jl. Perintis Kemerdekaan No.1, Babakan Ciamis, Sumur Bandung, Kota Bandung sejak pagi hingga siang menjelang sore. 

Mereka yang didominasi warga usia renta (usia 50 tahun) rela berpanas-panasan berunjuk rasa menuntut hak milik atas tanah yang sudah puluhan tahun ditempatinya, orang tua bahkan hingga kakek dan nenek mereka yang kini tengah menjadi sengketa, digugat oleh Penggugat atas nama Djumenah BP Lamsi dengan nomor perkara  65/Pdt.G/2020/PN,Bdg.

Salah satu warga Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir Kota Bandung yang tempat tinggalnya digugat yakni, Zein 58 tahun mengaku marah juga gelisah karena tempat tinggal yang diturunkan orang tuanya turun temurun kini tiba-tiba diperkarakan digugat oleh Djumenah BP Lamsi. Padahal tanah atau kawasan yang ditempatinya bersama 189 warga lainnya selama lebih dari 50 tahun tersebut milik negara atau kala itu di masa orde lama yang memegang hak atas tanah tersebut adalah Kementerian Perhubungan, dan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) (di masa orde lama) atau yang saat ini disebut PT KAI.

“Soal legalitas tanah yang kita tempati itu diatur kalau tidak salah dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara. Dalam aturan tersebut disebutkan ada 3 kriteria atau golongan rumah, dan tanah yang kita tempati itu masuk di Rumah Negara Golongan III yaitu, Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan II yang sebenarnya dapat dijual kepada penghuninya,” tutur dia dengan nada berat dan raut wajah sedih, Kamis 4 Desember 2020.

Artinya, tanah yang ditempati 189 warga di Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir Kota Bandung ini bisa bisa menjadi hak milik warga yang saat ini menempatinya. Tetapi ini malah digugat oleh pihak tertentu (bukan pihak negara, PT KAI atau Kementerian Perhubungan yang memiliki hak atas tanah tersebut). Tak berhenti sampai disitu, warga pun dipaksa untuk pindah dan membayar sewa, padahal soal sewa-menyewa ada aturannya.

“Maka dari itu, kita menuntut atas hak atas tanah menjadi milik kita karena dalam aturan PP No.40 tahun 1994 tersebut bisa. Kami pun sudah menempatinya lebih dari 50 tahun, itu yang menjadi salah satu dasar hukum kita untuk memperjuangkan tanah yang telah lama kita tempati,” tegas dia.

Ia pun mengaku selama tanah tersebut diperkarakan, ia bersama warga lainnya sering diintimidasi pihak tertentu (preman). Warga dipaksa segera pindah, segera mengosongkan kawasan tersebut, bahkan ada intimidasi berupa ancaman fisik ke salah satu warga.

“Kita sering diancam, diintimidasi, belum lagi SP 1, 2 dan 3 Surat Peringatan Pengosongan tempat. Apa coba itu, belum ada putusan tetapi sudah seperti. Jujur kami marah, kecewa kenapa harus seperti ini,” kata dia[]

Leave a Reply